Welcome Guys

DAFTAR ISI BLOG

Resensi Buku : Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando

Written By Ariefortuna on Selasa, 27 Desember 2011 | 07.45


Inilah buku yang peluncurannya langsung menuai komentar dan kontroversi, utamanya bagi pihak-pihak yang bersinggungan dengan isi buku, antara lain capres dari Partai Gerindra, Letnan Jenderal TNI Purn Prabowo Subianto dan capres dari Partai Hanura, Jenderal TNI Purn Wiranto.

Sintong Hamonangan Panjaitan, demikian nama lengkap sosok Jenderal yang menjadi orang kepercayaan mantan presiden BJ Habibie ini. Pengalamannya yang banyak berkisar pada operasi tempur mulai dari penumpasan Kahar Muzakar di Sulawesi, Operasi Anti Teror Woyla di Bandara Don Muang serta penumpasan gerilyawan Paraku di Kalimantan Utara dimana dia membawahi beberapa sosok populer di militer Indonesia membuatnya menjadi sosok yang cukup layak diperhitungkan.
Jenderal AM Hendropriyono yang merupakan mantan kepala BIN (Badan Intelijen Negara) misalnya, ia pernah menjadi anak buah Sintong saat penumpasan Paraku di Kalimantan Utara. Sintong yang kerap dipanggil Batak oleh sosok jenderal kontroversial Leonardus Benny (LB) Moerdani merupakan komandan penyerbuan dan pembebasan pesawat Garuda yang dibajak di Bandara Don Muang Thailand. Operasi yang sukses ini (meski menuai sinyalemen adanya campur tangan intelijen) melambungkan nama Sintong dan Kopassus, satuan dimana Sintong cukup banyak terlibat didalamnya.
Buku ini menarik bagi para penggemar cerita militer dan kontroversi yang melingkupi para Jenderal.
Untuk memuaskan keingintahuan pembaca, Hendro Subroto, pengarang sekaligus wartawan perang dan militer bahkan menempatkan drama peran dan situasi pencopotan Letjen Prabowo Subianto dari Panglima Kostrad, keanehan situasi saat peristiwa Mei 1998 dan peran Jenderal purn Wiranto pada peristiwa genting yang mengawali kejatuhan mantan Presiden Soeharto ini.
Saat terjadi kerusuhan Mei 1998 misalnya, Sintong mempertanyakan mengapa Jenderal purn Wiranto bersama para pejabat teras ABRI pada tanggal 14 Mei 1998 tetap berangkat ke Magelang untuk mejadi inspektur upacara serah terima PPRC (Pasukan Pemukul Reaksi Cepat) dari Divisi I ke Divisi II.
Sintong juga mempertanyakan mengapa Jakarta seperti dibiarkan tanpa penjagaan meski pasukan-pasukan garnisun ibu kota sudah siap dan tinggal menunggu perintah.
Disisi lain, Sintong juga mempertanyakan mengapa Prabowo menolak dicopot dari Pangkostrad dan menimbulkan praduga kurang baik karena menempatkan pasukan-pasukan disekitar kediaman BJ Habibie sehingga Habibie yang khawatir dikudeta dan bisa menjadi korban terpaksa mengungsikan keluarganya serta memerintahkan Jenderal Wiranto untuk mencopot Prabowo hari itu juga meski orang kepercayaan Prabowo, yaitu Danjen Kopassus Mayjen Muchdi PR dan Kepala Staff Kostrad Mayjend Kivlan Zen sudah membawa surat dari Jenderal TNI Purn AH Nasution agar Prabowo diangkat sebagai KSAD, Subagyo HS sebagai Panglima TNI dan Wiranto sebagai Menhankam saja (dalam arti kata lain Wiranto dibuat agar tidak punya kendali pasukan)
Membaca buku Sintong untuk bagian kerusuhan Mei 1998 ini memang tidak akan lengkap jika kita sebelumnya belum membaca buku BJ Habibie, “Detik-Detik yang Menentukan”, Buku Wiranto “Bersaksi Ditengah Badai” dan buku Kivlan Zen bertajuk “Konflik dan Integrasi TNI AD”. Saya memang menyukai dunia militer sehingga saya membeli buku-buku tersebut dan akhirnya menarik kesimpulan sendiri mengenai peran masing-masing dalam drama kerusuhan Mei 1998 yang berujung pada tewasnya ratusan orang, porak porandanya Jakarta dan jatuhnya Presiden Soeharto.
Yang menarik adalah adanya kisah mengenai Prabowo Subianto saat masih menjadi Kapten di Kopassus dan menjadi anak buah Letjen Purn Luhut Panjaitan (mantan Menteri Perindustrian dan Dubes RI di Singapura), yaitu tentang rencana Prabowo menangkap LB Moerdani dengan dugaan kudeta terhadap Presiden Soeharto. Kisah ini menarik karena melatar belakangi permusuhan antara Prabowo dengan orang terkuat kedua di Indonesia dimasa tahun 80-an tersebut. Kisah ini juga menarik karena bisa menjadi rujukan mengapa LB Moerdani yang menjadi orang kepercayaan presiden Soeharto tiba-tiba terpaksa dicopot dari posisinya sebagai Panglima ABRI dan digantikan Jenderal TNI Try Sutrisno menjelang Sidang Umum MPR 1088.
Bagi penggemar buku militer dan kisah-kisah TNI, buku Sintong Panjaitan ini cukup layak dikoleksi. Paling jadi tambah bingung mengenai siapa yang benar dan siapa yang salah dari orang-orang yang berperan dimasa kritis Mei 1998.
Satu kritik saya pada Hendro Subroto selaku penulis yaitu adanya kesan memaksakan diri Sintong Panjaitan sebagai sosok yang paling berjasa di berbagai lokasi pertempuran. Kesan ini sebenarnya bisa ditepis jika Hendro Subroto tidak secara vulgar selalu menjadikan Sintong sebagai sosok nomor satu disetiap pertempuran dan memberikan ruang yang cukup bagi sosok yang lain. Jika hal ini dilakukan, semestinya jasa Sintong tetap dikenal tanpa harus menjadi jagoan tanpa pilih tanding.
Anyway, buku ini cukup memuaskan sesuai harganya yang sekitar 70-80 ribuan

0 komentar:

Posting Komentar

 

bakalaha Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ariefortuna for ariefortuna's Zone