Makam Syech Burhanudin Pariaman
Makam Syekh Burhanuddin di daerah pantai Ulakan, Pariaman, Sumatera Barat tampak resik. Makam Syeikh Burhanuddin terletak di dalam sebuah kompleks pemakaman khusus yang dikelilingi pagar tembok setinggi dua meter. Di kiri dan kanan makam Syeikh Burhanuddin terdapat makam para penggantinya. Sementara di bagian luar, berderet sejumlah kios atau lapak para pedagang cenderamata, kitab, dan juga makanan.
Tidak sulit untuk mengetahui sejarah sang ulama. Para penjaga makam dengan ramah akan menjelaskan panjang lebar sejarah ulama besar Minang ini. Bahkan di sekitar areal makam, dijual pula buku sejarah Syekh Burhanuddin. Salah satunya bersumber dari naskah Arab Melayu berjudul ‘Surat Keterangan Saya Faqih Saghir Ulamiyah Tuanku Samiq Syekh Jalaluddin Ahmad Koto Tuo’, yang ditulis tahun 1823.
Syekh Burhanuddin adalah seorang ulama dan pengembang agama Islam di Minangkabau yang dilahirkan di Guguk Sikaladi Pariangan, Padang Panjang dengan nama kecil Pakiah Pono. Ayah Pono bernama Pampak Sakti gelar Karimun Merah dan Ibunya bernama Cukup Bilang Pandai. Pono mendapat nama baru Burhanuddin, ketika belajar agama Islam selama 15 tahun kepada Syeikh Abdur Rauf bin Ali Al Fansuri Al Jawi Assingkili atau Syah Kuala di Aceh.
Sebelum belajar di Aceh, Pakiah Pono sempat belajar kepada Syeikh Madinah. Sekembali dari Aceh, Syekh Burhanuddin membawa ajaran Tariqat Syatariah ke Ulakan dan menyebar ke sejumlah daerah Minangkabau. Ilmu pengetahuan Syeikh Burhanuddin dinilai tinggi karena tempaan dari Mufti Kerajaan Iskandar Muda, Aceh, Syeikh Abdur Rauf ini menjadikannya piawai dalam persoalan kenegaraan.
Bahkan, karena kepiawaian ilmu politiknya itu, Syeikh Burhanuddin mencapai kesepakatan dengan pemimpin Kerajaan Minangkabau. Kesepakatan itu adalah bahwa hukum adat dan hukum agama sama-sama dipakai sebagai pedoman hidup dalam masyarakat di Minangkabau. Ketentuan adat dan hukum agama Islam dalam masyarakat Minangkabau yang matrilineal sebagai suatu proses integrasi lebih dikenal dengan ‘Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah’.
Kesepakatan itu dibuat di Bukit Marapalam antara para tokoh adat dan kerajaan di Minangkabau ini, terkait adat yang kuat saat itu dengan berkembangnya ajaran Islam. Karena sempat terjadi pergolakan saat itu, dengan pendekatan Syeikh Burhanuddin yang sangat halus dan penuh kesopanan itu maka tercapailah kesepakatan antara rakyat dan ulama pada tahun 1668.
Konsepsi Marapalam ini dengan kerendahan hati disampaikan ke hadapan daulat Raja Pagaruyung. Kepada pembesar kerajaan dimintakan pertimbangan yang diterima dengan suara bulat. Syeikh Burhanuddin dan pengikutnya diberikan kebebasan seluas-luasnya mengembang agama Islam di seluruh Minangkabau.
Kesepakatan itu cepat tercapai dengan waktu singkat, karena Syeikh Burhanuddin memegang teguh falsafah gurunya, Syeikh Abdur Rauf, yaitu ‘Adat Bak Po Teumeureuhum, Hukom bak Syiah Kuala’ atau adat kembali pada raja Iskandar Muda, hukum agama pada Syiah Kuala. Perjanjian Marapalam kemudian berkembang menjadi suatu proses penyesuaian terus menerus antara adat dan agama Islam, saling menopang sebagai pedoman hidup masyarakat Minangkabau.
Sumber: berbagai Sumber dan Kaskus
Welcome Guys
DAFTAR ISI BLOG
Makam Syech Burhanudin Pariaman
Written By Ariefortuna on Kamis, 25 Agustus 2011 | 11.20
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar